Jumat, 11 Desember 2009

Teori Pajak

Teori2 PAJAK :
1. Teori asuransi.
Pajak bisa diibaratkan dengan teori asuransi karena Negara itu menjaga kepentingan2 dari rakyat. Maka bisa di rakyat bayar premi.
 Bukanlah teori yg tepat benar karena pada asuransi hanya menanggung yg membayar premi. Pada pajak juga hasilnya tidak dapat dirasakan secara langsung.

2. Teori kepentingan.
Ada kepentingan yg dipertaruhkan oleh Negara yang dananya berasal dari pajak.

3. Teori kewajiban.
Karena negara dibangun oleh masyarakat, mempunyai tujuan yg sama, dan bertanggung jawab bersama2 agar cita2 dapat tercapai.

4. Teori daya pikul.
Hubungannya dengan pemerataan, di mana negara memjaga kepentingan rakyatnya, tapi warga harus bayar pajak tapi tetap harus memperhatikan daya pikul wajib pajak.

5. Teori daya beli.
Teori ini merupakan kebalikan teori daya pikul dimana untuk mewujudkan fungsi negara yaitu meraih cita2 dan memakmurkan rakyat, Negara perlu mengambil sebagian dari daya beli masyarakat yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat secara tidak langsung..

FUNGSI PAJAK
1. Fungsi Budgetair
Pajak mengisi APBN lebih dari 70% (kemudian ditambah penerimaan Negara dari sumber2 lain)
Maka >>> Pajak sangat penting bagi pembangunan. Tidak lancarnya penerimaan pajak akan membuat perekonomian terganggu dan mempengaruhi pencapaian tujuan Negara.
Karena itu >> pelaksanaannya harus didasarkan pada UU. Secara operasional pajak di atur, sehingga dalam pemungutannya setiap jenis pajak terdapat UUnya masing2.

2. Fungsi regulasi
Dalam memungut uang dari masyarakat, disesuaikan dengan berbagai program. Regulasi ini mengatur hal2 yang di luar fungsi anggarannaya.

Misalnya :
 Di daerah terpencil, pajak diringankan agar investor mau menanam modal di sana.
 Adanya tax holiday, ada batas2 tertentu yang memungkinkan liburnya pajak. Fungsinya untuk menarik iklim2 investasi.
Contoh tax holiday :
• Selama blm produksi/menjual, produsen tidak perlu membayar pajak.
• Selama 5 taun pertama , produsen tidak perlu membayar pajak.

3. Berfungsi sebagai redistribution of income.
Menyalurkan pajak dari orang2 yang mampu membayar pajak kemudian didistribusikan kepada seluruh masyarakat, secara tidak langsung, guna menghidupkan sector perekonomian.

Pajak bersifat lex specialist dan mempunyai otonomi untuk mengatur supaya fungsi hukum pajak dapat berjalan. Hukum pajak bersifat lex specialis dan mempunyai otonomi untuk mengatur hal yang bisa saja berbeda dgn hukum lain, bahkan bertentangan.
Contoh : misalnya pajak penjualan, untuk menghindari pajak digunakan istilah tukar menukar. Jadi dalam hukum pajak diatur mengenai tukar menukar dan hal2 lain yg bersifat sperti jual beli.

~Penggolongan Pajak~
Menurut pengenaannya
1. Pajak subyektif ato personal tax.
Yaitu pajak yg dalam pengenaan lebih dulu mensyaratkan dan menitikberatkan pada subyeknya, bukan pada kondisinya/peristiwanya. Pengenaannya dengan mempertimbangka kondisi2 subyektif wajib pajak. Tarifnya biasanya bersifat progresif, menyesuaikan dengan kondisi wajib pajak tersebut.
Contoh :
Pajak pengahasilan, berdasarkan subyeknya yaitu orang Indonesia yang telah bekerja.

2. Pajak obyektif
Dalam pengenaan adalah didasarkan ada tidaknya obyek pajak. Dilihat dari suatu peristiwa/tindakan/keadaan yang membuat sesuatu menjadi obyek pajak.
Contoh :
Pajak pertambahan nilai, misalnya beli baju ke Matahari, obyek pajaknya penjualan baju. Berarti ada pajak terutang.

Menurut pembebanannya :
1. Pajak langsung
Pada pajak langsung subyeknya berkala. Yang diperhatikan adalah subyeknya. Wajib pajak tersebut (subyek) membayar pajak dan uang berasal dari wajib pajak tersebut.
Contoh :
Pajak penghasilan, sumber uang dan kegiatan pembayaran dilakukan sendiri oleh subyek tersebut.
2. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang bebannya bisa dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi pihak lain yg menjadi destinataris/destination/tujuan pemajakan itu. Biasanya timbul dari suatu peristiwa/tindakan/keadaan yang membuat sesuatu menjadi obyek pajak.



Contoh :
Misalnya Matahari menjual baju sehingga bertanggung jawab atas pajak. Tapi yang terkena pajak adalah konsumennya. Jadi Matahari berkewajiban membayar pajak yang uangnya berasal dari pembeli barangnya.
Menurut otoritas yang mengenakannya
1. Pajak pusat.
Pajak pusat diatur oleh perundang2udangan yg dibuat oleh pusat. Akan tetapi penggunaannya bisa saja sebagian di transfer ke daerah
Contoh:
BPHTB, bea masuk

2. Pajak daerah
Pajak daerah peraturannya dibuat oleh daerah. Ada UU No 18 tahun 97 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada prinsipnya, daerah Tk. I dan Tk. II diberi kewenangan untuk menarik pajak. Hasil dikelola dan digunakan untuk pendapatan daerah, sehubungan dgn otonomi daerah. Tapi masih ditambah dengan alokasi dana dari pemerintah (DAU = Dana Alokasi Umum) Kemudian pemerintah pusat juga mensharing pajak (tax sharing) ke pada daerah2. Di luar itu daerah diperbolehkan mengenakan pajak, dengan batas2nya. Dalam UU No 18 thn 97 batas2 pengenaan pajak, yaitu:

 Daerah Tk. I, ada 3 jenis pajak yg bisa dikenakan yaitu yang berhubungan dgn kendaraan :
1. Pajak kendaraan bermotor
2.Bea balik nama kendaraan bermotor.
3. Pajak bahan bakar.
 Daerah Tk. II
pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, pengambilan bahan2 tambang (golongan c), pemanfaatan air.
Ada koridor dalam pengenaan pajak pusat dan daerah yaitu
1. Tdk boleh double, pusat dan daerah harus koordinasi
2. Tdk boleh menghambat perekonomian.
Ada teori2 yang digunakan sebagai paradigma dalam membuat peraturan pajak di Indoensia, yaitu :
1. Ajaran Adam Smith, dlm bukunya An Inquiry into the Nature And Causes of the Wealth of Nations memperkenalkan semboyan mengenai pengenaan pajak yg benar yang disebut dengan The Four Maxims.
 Equality (seimbang) , artinya pajak itu mestinya kalau keadaannya sama pajaknya harus sama. Klo keadaan berbeda pajaknya berbeda. Makin tinggi pendapatan seseorang beban pajaknya makin besar
 Certainty (kepastian), artinya harus ada kepastian hukum, ttg subyek, ttg obyek, ttg tarif, dll. Agar tidak menimbulkan keridakadilan sehingga mendistorsi perekonomian sehingga menggangu suasana investasi dsb. Definisi2 dalam pasal 1 maksudnya memberikan kepastian2.
 Convenience (kemudahan), artinya dalam membayar pajak harus mudah agar penarikannya dapat efektif. Dalam hal ini ada 1 jenis yaitu pengenaan pajak yaitu pay as you earn, yang dilakukan dengan cara with holding yaitu menahan sebagian penghasilan wajib pajak. Misalnya karyawan mendapat gaji, langsung dipotong pajak oleh yg membayar gaji.
 Eficiency (efisien), maksudnya dalam menarik pajak biayanya harus efisien.


2. Ajaran Prof. Meade Jr. mengatakan ukuran dalam membuat peraturan pajak adalah :
 insentif and economic efficiency, maksudnya pajak harus ekonomis dalam pemungutan dan efisiensi dalam biaya.
 distribution efek, sama dengan fungsi redistribution yaitu pajak harus bisa mendistribusikan income dari yang mampu untuk kemakmuran bersama dan dapat meratakan beban.
 international aspek, yaitu struktur pajak yg baik diharapkan dapat merangsang hubungan internasional dan tidak boleh menjadi penghalang arus modal, arus barang, & arus orang.
 simplicity and cost of administration maksudnya pajak harus simple, sederhana efisien.
 flexibility dan stability, yaitu mudah menyesuaikan keadaan tapi harus tetap konsisten agar tidak disinsentif terhadap perekonomian.
 transisional, maksudnya dalam membuat peraturan harus melihat paradigma mengenai transisi.

Ajaran mengenai terutangnya pajak ada 2
1. Ajaran/aliran materiil artinya pajak terutang kalau telah memenuhi ketentuan2 peraturan2 perundang2an. Ketika sudah memenuhi syarat subyektif, syarat obyektif, punya obyek pajak, maka sudah terutang. Toolnya adalah self assessment, sistem yang dianut di Indonesia. Wajib pajak diberi keprcayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar pajak.
Contoh : PPh
Pasal yg berhubungan dgn tersebut adalah Pasal 12 UU KUP


• bukti bahwa pajak di Indonesia menganut aliran materiil.
Ayat (1)
“Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidakmenggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak “

• Bukti self assessment.
Ayat (2) “Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

• Baru pada ayat 3 pemerintah memeiliki kewenangan untuk memeriksa dan menetapkan andai wajib pajak tidak benar.
Ayat (3)
”Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.”

2. Ajaran formal mengajarkan bahwa pajak baru terutang apabila sudah dihiitung dan ditetapkan oleh pejabat pajak. Jadi dalam ajaran ini sistem yang digunakan adalah official assessment Setelah keluar ketetapan baru wajib pajak wajib bayar pajak. Di gunakan pada jaman dulu sbelum tax reform. Tapi masih ada pajak di Indonesia yg menggunakan ajaran ini.
Contoh : pbb.



Pertemuan ke-3
Hukum pajak bersifat lex spesialis dan mempunya otonomi/ kewenangan sendiri untuk membuat aturan2 yg bs saja berbeda dgn aturan2 umum. èKarena hukum pajak mengemban fungsi yg penting yaitu fungsi budgetair.
Contoh :
Dalam UU Pajak Pertambahan Nilai dikenakan terhadap peneyrahan barang. Lalu dijelaskan yang dimaksud penyerahan barang itu intinya adalah perpindahan hak dgn alasan apapun, jual belli, tukar menukar, hadiah, dll.

Hukum pajak merupakan lex specialis dari :
1. Hukum perdata
hukum pajak tidak jarang meminjam dan menggunakan terminology yg ada dalam hukum prdata. Ex. Pengertian pt, pengertian badan, pengertian jual beli yang kmudian berimbas paada poemajakan.
Tp hukum pajak boleh menentukan sendiri pengertiannya, maka yg di gunakan/ berlaku adalah apa yg di katakana oleh hukum pajak.
2. Hukum pidana
dalam KUP, juga dianut mengenai hukuman pidana, ketentuan2 mengenai ancaman pidana, yang diatur dalam pasal 38, 39 adalah ketentuan2 mngenai ancaman pidana. Pasal penghubungnya adalah pasal 103 KUHP
“ketentuan2 dalam bab I sampai bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan2 yg oleh ketentuan perundang2an yg lain di ancam pidana, kecuali jika oleh uu itu ditentukan lain”
3. Hukum administrasi Negara

4. Hukum bisnis

Termasuk juga kebisaan2 internasional yang merupakan praktek2 yg sudah umum dlm hub antar juga termasuk dalam hukum pajak internasional.

Menurut substansi dan materi pengaturannya :
Penggolongan hukum materiil dan hukum formil terjadi sejak diadakan tax reform yg pertama 1984
1. Hukum pajak materiil
Mengatur hal2 yg bersifat materi pokok mengenai subyek, obyek, tarif, jenis dsb.
Contoh :
UU PPh, UU PPn
Peraturan2 tersebut berisi tentang : yang temasuk pajak penghasilan, yang dikenakan pajak penghasilan adalah orang/badan dst.., tarifnya, cara menghitung nya, itu adalah hukum materiil.

2. Hukum pajak formil
Mengatur tata cara melaksanakan hukum materiil. Sering juga disebut hukum acara. Dibentuk untuk melaksanakan apa2 yg diatur dalam hukum materiil. Hukum formil di Indonesia diatur dlm Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)èUU No 16 Tahun 2000 Sebagaimana diubah dengan UU No 28 Th 2007.

Menurut yurisdiksinya :
1. Hukum pajak nasional.
2. Hukum pajak intenasional yg juga berlaku di Indonesia.
Dapat berupa berbagai konvensi dan kebiasaan2 internasional yg di ratifikasi. Kebiasaan2 internasional yg ituliskan dlm satu naungan kemudian Indonesia meratifikasi.
Contoh : Konvensi Viena

Menurut sifatnya :
sifat hukum pajak yaitu asas real dan bukan formalitas. Kenyataannya bagaimana, bukan formalitasnya. Asas ini juga dikenal sebagai substance over form, kenytaanya menganulir formal.
Contoh :
 ketika tax reform yang pertama tahun 1984 ada tax reform antara lain menyangkut pajak pertambahan nilai, di situ dikatakan bahwa yg dikenakan pajak pertambahan nilai adalah para pedagang besar. Kemudian pengusaha2 yg tadinya berlabel pedagang besar dlm papan namanya, menurunkannya jadi pedagang eceran. Mereka tetap dikenakan pajak karena yang dilihat adalah keadaan secara real.
 yang dapat mewakili badan dalam urusan hak dan kewajiban perpajakan menurut pasal 32(1) kUP adalah pengurus . Kemudian di pasal yang sama ayat 4 yang termasuk dalam pengertian pengurus adalah mereka yg meskipun namanya tidak ada dalam akta tapi nyata2 ikut mengendalikan dan menentukan kebijakan perusahaan. Misalnya membuat kontrak, menandatangani cek dsb.

Menurut masa terutangnya :
1. Ajaran formil
Artinya bila wajib pajak belum mendapatkan formalitas Surat Ketetapan Pajak (SKP), maka wajib pajak belum memiliki pajak yang terutang. Ini adalah aturan formil yg dianut oleh rezim hukum sampai dengan tahun 80. Ajaran ini menggunakan teknik official assesment.

2. Ajaran materiil
artinya pajak itu terutang ketika wajib pajak telah memenuhi ketentuan peraturan2 perundangan perpajakan terkait. Teknik pengenaan pajaknya disebut self assessment dimana wajib pajak diminta menghitung dan melaksanakan sendiri kewajibannya. Self assessment ini diatur di UU KUP pasal 12.
Contoh : PPn
.
Hapusnya Pajak
 membayar lunas
 kompensasi (dibayar dgn cara memperhitungkan kelebihan pajak lain yang sudah dibayar/misalnya kelebihan pembayaran PBB, dipakai untuk menutupi PPh)
 dengan dihapus oleh yg brwenang,
 pembebasan (pngurangan) misalnya kesalahan jumlah pajak terutang karena KUP.
 kadaluawarsa, lewat waktu alias verjaring
Ketika sudah verjaring tapi pajak belum hapus, dapat mengajukan banding. Jika belum verjaring dan wajib pajak belum melaksanakan kewajibannya, kantor pajak dapat memeriksa dan mengeluarkan penetapan (beschikking). Alasan hukum /ratio legisnya adalah karena pentingnya fungsi budgetair.

Langkah2 pemaksaan pajak
1) Sebelum verjaring, wajib pajak yang menunggak diperiksa
2) Lalu kantor pajak mengeluarkan penetapan
3) Kemudian wajib harus membayar selambat2nya 1 bulan sejak ditepakan
4) Bila tidak membayar wajib pajak akan ditagih, dengan cara:
 penagihan pasif, yaitu diperingatkan bahwa jatuh tempo tgl sekian.
 Penagihan aktif, dimulai dengan terbitnya surat paksa yg diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak atasa nama pemerintah. Surat paksa ini berirah2 “Demi Keadilan Berdasarakan Ketuhana Yang Maha Esa” yang mempunya kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetapdan diberi waktu 1x24 jam untuk melunasi
5) Bila tetap tidak dibayar dilajuntkan dengan tindakan pemaksaan yg lain, yaitu pemblokiran rekening.
6) Juga dapat dicegah keluar negeri
7) Penyitaan harta dan kemudian di lelang
8) Tindakan pemaksaan yang sangat powerful yaitu paksa badan yg di dalam UU Perpajakan disbt penyandraan/gijzeling, yaitu menahan wajib pajak untuk sementara di rumah tahanan maksudnya untuk memberi pressure kepada wajib pajak untuk membayar pajak

Jenis2 Tarif pajak :
1. Progresif, makin besar penghasilannya, makin tinggi pajaknya.
2. Regresif. Tarif yang menurun. Menurun baik secara proporsional maupun progresif.
3. Proporsional. Dihitung dengan persentasi.
4. Tetap. Contohnya bea materai

Sabtu, 24 Oktober 2009

Lelang Eksekusi

Jenis-jenis Lelang


Jenis lelang dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu dari sudut sebab barang itu dijual

dan dari sudut Penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang.

Dari sudut sebab barang itu dijual, dibedakan menjadi lelang ekasekusi dan lelang

Noneksekusi.

a. Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah penjualan barang yang bersifat paksa atau eksekusi suatu

putusan Pengadilan Negeri yang menyangkut bidang pidana atau perdata maupun

putusan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kaitannya dengan pengurusan

Piutang Negara, serta putusan dari Kantor Pelayanan Pajak dalam masalah perpajakan.

Dalam hal ini Penjualan lelang biasanya dilakukan atas barang­barang milik tergugat

atau Debitur/Penanggung Hutang atau Wajib Pajak yang sebelumnya telah disita

eksekusi. Selain itu, dapat juga karena perintah peraturan perundang­undangan seperti

Pasal 45 Kitab Undang­Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 6 Undang­Undang Hak

Tanggungan, Pasal 29 Undang­Undang Jaminan Fidusia dan Pasal 59 Undang­Undang

Kepailitan. Singkatnya, lelang eksekusi adalah lelang yang dilakukan dalam rangka

melaksanakan putusan/penetapan Pengadilan atau yang dipersamakan dengan

putusan/penetapan Pengadilan atau atas perintah peraturan perundang­undangan.

b. Lelang Noneksekusi

Lelang noneksekusi adalah lelang barang milik/dikuasai negara yang tidak diwajibkan

dijual secara lelang apabila dipindahtangankan atau lelang sukarela atas barang milik

swasta. Lelang ini dilaksanakan bukan dalam rangka eksekusi/tidak bersifat paksa atas

harta benda seseorang.

Kepailitan

Salah satu lelang eksekusi adalah lelang eksekusi kepailitan. Menurut UU 37 2004 pasal 1 angka 1 yang dimaksud Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

Maka kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
a) Adanya utang;
b) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;
c) Minimal satu dari utang dapat ditagih;
d) Adanya debitor;
e) Adanya kreditor;
f) Kreditor lebih dari satu;
g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;
h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan;


Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun badan hukum. Pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain :


a) Orang Perorangan
Baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan atau tidak, ayng telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.


b) Harta Peninggalan (Warisan)
Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian, debitor yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditor yang mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan dalam Pasal 1107 KUH Perdata. Permohonan pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 Undang-Undang Kepailitan, yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal.


c) Perkumpulan Perseroan (Holding Company)
Undang-Undang Kepailitan tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.


d) Penjamin (Guarantor)
Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitoe yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya


e) Badan Hukum
Dalam kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya piker, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nam pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakanya masih dalam batas dan wewenang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.


f) Perkumpulan Bukan Badan Hukum
Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antaranggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain :
(1) Maatscappen (persekutuan perdata);
(2) Persekutuan firma;
(3) Persekutuan komanditer.
Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap Firma dan Persekutuan Komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.


g) Bank
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi.


h) Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Sebagaimana bank, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang

merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh Undang-Undang karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum

Pihak yang dapat Memohonkan Pailit
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :


a) Debitor
Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitor telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.


b) Kreditor
Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.


c) Kejaksaan
Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsure atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan. Kepntingan umum yang dimaksud dalam Undang-Undang adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
(1) Debitor melarikan diri;
(2) Debitor menggelapkan harta kekayaan;
(3) Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
(4) Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
(5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
(6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.


d) Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.


e) Badan Pengawas Pasar Modal
Apabila debitor adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.


f) Menteri Keuangan
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.

Akibat Hukum Pernyataan Pailit


Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :
a) Kekayaan debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit.
b) Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit.
c) Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan.
d) Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
e) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
f) Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.
g) Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.
h) Kreditor yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan.
i) Hak eksekutif kreditor yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga, untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit diucapkan.

Lelang kepailitan

Dasar Hukumnya adalah Pasal 185 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengatur bahwa dalam pemberesan harta pailit maka semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan namun apabila penjualan di muka umum tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.

Penjualan di muka umum harta pailit tersebut dilakukan melalui lelang, lelang diatur dalam HIR, Peraturan Lelang LN 1908 No. 189 jo LN 1940 No. 56 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK 01/2002 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002 merupakan suatu prosedur penjualan di muka umum harta pailit yang telah masuk dalam boedoel pailit yang dilakukan oleh Kurator/Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan perantaraan Kantor Lelang Negara (juru lelang) dengan seizin Hakim Pengawas, dilaksanakan dengan penawaran secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat dengan pengumuman lelang, dimana peserta lelang yang mengajukan penawaran tertinggi adalah pemenang lelang.

Jadi pengertian lelang kepailitan adalah penjualan di muka umum dalam rangka pemberesan harta pailit guna melaksanakan putusan pengadilan.

Maksud dari dilaksanakannya penjualan di muka umum atau lelang adalah karena eksekusi memerlukan suatu prosedur penjualan yang transparan.. Penjualan di bawah tangan hanya dapat dibolehkan karena satu alasan yaitu apabila penjualan di bawah tangan itu akan menghasilkan nilai yang lebih besar

Dalam lelang harta pailit, pengajuan permohonan lelang ke Kantor Lelang Negara oleh Kurator/BHP harus dilampirkan salinan putusan pailit dan bukti-bukti kepemilikan atas harta pailit yang akan dilelang tersebut dan apabila harta pailit tersebut berupa tanah juga dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat.

Untuk melakukan pelelangan terhadap harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 185 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, maka Kurator telah mengajukan permohonan lelang kepada Kantor lelang Negara yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan Putusan Kepailitan.

Adapun prosedur lelang kepailitan adalah

  1. Mengajukan Surat permohonan lelang dari Kurator kekantor KPKNL dengan dilampiri dokumen-dokumen persyaratan lelang.
  2. Melakukan koordinasi dengan Kantor Lelang sehubungan dengan Surat permohonan yang telah diajukan.
  3. KPKNL kemudian menentukan tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dengan memperhatikan keinginan Kurator selaku Pemohon lelang.
  4. Kurator melaksanakan pengumuman lelang secara luas dan terarah mengikuti tata cara lelang eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan menteri dengan mengumumkan disurat kabar harian yang terbit ditempat objek yang akan dilelang yang dilakukan dua kali berselang 15 (lima belas) hari
  5. KPKNL kemudian meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) dari obyek yang akan dilelang ke kantor Pertanahan setempat.
  6. Kurator menntukan harga limit benda yang akan dilelang. Harga limit ditetapkan secara wajar dengan bantuan jasa Penilai yang independence.
  7. Kurator meminta uang jaminan
  8. Masyarakat yang berminat mengikuti lelang harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pengumuman lelang.
  9. Peserta lelang dengan penawaran tertinggi yang telah mencapai harga limit akan dinyatakan sebagai pemenag lelng dan membayar harga lelang ditambah bea lelang.
  10. Kurator selaku penjual akan menerima hasil penjualan setelah dipotong bea lelang dan PPh (Pajak Penghasilan)
  11. Kurator meminta salinan Risalah lelang.

Kamis, 22 Oktober 2009

PASAR MODAL

Corporate Action


Corporate Action merupakan aktivitas emiten yang berpengaruh terhadap jumlah saham yang beredar maupun berpengaruh terhadap harga saham di pasar.
Corporate Action merupakan berita yang umumnya menyedot perhatian pihak-pihak yang terkait di pasar modal khususnya para pemegang saham. Keputusan corporate action harus disetujui dalam suatu rapat umum baik RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) ataupun RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa).
Persetujuan pemegang saham adalah mutlak untuk berlakunya suatu corporate action sesuai dengan peraturan yang ada di pasar modal


Yang termasuk tindakan Corporate Action, diantaranya :

IPO ( INITIAL PUBLIC OFFERING)


—Dalam pasar finansial, initial public offering (IPO) (bahasa Indonesia: penawaran umum perdana) adalah penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor umum. Perusahaan tersebut akan menerbitkan hanya saham-saham pertama, namun bisa juga menawarkan saham kedua. Biasanya perusahaan tersebut akan merekrut seorang bankir investasi untuk menjamin penawaran tersebut dan seorang pengacara korporat untuk membantu menulis prospektus.
—Penjualan saham diatur oleh pihak berwajib dalam pengaturan finansial dan jika relevan, sebuah bursa saham. Biasanya menjadi sebuah persyaratan untuk mengungkapkan kondisi keuangan dan prospek sebuah perusahaan kepada para investor.



—IPO merupakan Pasar Perdana bagi suatu perusahaan untuk menawarkan efeknya (saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya) kepada publik. Bagi suatu perusahaan (Emiten) IPO secara finansial merupakan sarana untuk memperoleh modal untuk pengembangan bisnis perusahaan dan sarana lainnya sebagai parameter bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan yang dampaknya dapat memperoleh citra perusahaan.
— Pengaturan IPO sendiri, diatur dalam Undang Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang ditetapkan pada tanggal 26 April 2007 (sebagai pengganti Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal) dan Keputusan Menteri serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan Bursa Efek. Berikut diuraikan proses IPO hingga sampai pencatatan efek di Bursa Efek (Pasar Sekunder).


Proses IPO (Penawaran Perdana)


—A. Sebelum Emisi
—B. Selama Emisi
—C. Sesudah Emisi


TENDER OFFER


—Sebagai suatu penawaran melalui media massa untuk memperoleh efek yang bersifat ekuitas” dengan cara melakukan transaksi jual beli atau tukar menukar dengan efek perusahaan lain. (Pasal 83 Undang-undang No. 85 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).


SYARAT-SYARAT TENDER OFFER


(Pasal 83 UU Pasar Modal)
—A. Keterbukaan
—B. Kewajaran
—C. Pelaporan



Mengapa Tender Offer Harus Dilakukan?


Karena dengan pembelian suatu efek yang dapat merubah pengendaliansuatu perusahaan, dalam hal ini perusahaan target, maka akan terjadi:
1.perubahan policy
2.Berkurangnya jumlah pemegang saham secara significant
3.Ada kemungkinan perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sebagai perusahaan publik, sehingga terjadilah proses Go Private dari perusahaan yang bersangkutan


PROSEDUR HUKUM TENDER OFFER

1. Tahap Pengumuman Rencana Penawaran Tender
2. Tahap penyampaian pernyataan penawaran tender
3. Tahap efektifnya masa penawaran tender
4. Tahap pengumuman pernyataan penawaran tender
5. Tahap bantahan dari Direksi/Komisaris perusahaan target
6. Tahap berakhirnya masa penawaran tender
7. Tahap penyelesaian transaksi
8. Tahap laporan akhir

Apa pengertian right issue itu?

Apa perbedaan dari IPO dengan right issue?


Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Bahasa Inggris: Rights Issue) atau disingkat HMETD dalam pasar modal Indonesia adalah hak yang diperoleh para pemegang sa yang namanya telah terdaftar dalam daftar pemegang saham suatu perseroan terbatas untuk menerima penawaran terlebih dahulu apabila perusahaan sedang menjalani proses emisi atau pengeluaran saham-saham dari saham portopel atau saham simpanan. Hak tersebut diberikan dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan dan jumlah yang berhak diambil seimbang dengan jumlah saham yang mereka miliki secara proporsional.



—Perbedaan utama antara IPO dan Right Issue adalah kepada siapa penawaran ditujukan.Pada IPO saham ditawarkan kepada UMUM,siapapun boleh membeli saham itu.Sedangkan pada RIGHT ISSUE saham hanya ditawarkan kepada kalangan terbatas,yaitu hanya kepada orang2 yg dulu pernah membeli dan masih tercatat sebagai pemilik saham perusahaan yg melakukan right issue.

Minggu, 10 Mei 2009

sejarah notaris

I. Notariat pada abad pertengahan di Italia.
Sejarah notariat di Italia dimulai pada abad ke 11 atau ke 12 di daerah perdagangan di Italia Utara. Di tandai dengan pengangkatan pejabat notariat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum yang menerima honorarium dari masyarakat umum yang menggunakan jasanya. Mereka disebut dengan Latiinse notariaat. Kemudian lembaga notariat ini mengalami perkembangan dan meluas hingga ke daratan Eropa melalui Spanyol sampai ke negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Pada tahun 1888 diadakan peringatan 8 abad berdirinya sekolah hukum Bologna yang merupakan universitas tertua di dunia. Pendiri dari Universitas Bologna bernama Irnerius, yang dikatakan berasal dari suatu sekolah notariat. Buku pertama yang dihasilkan oleh Universitas Bologna yang ditulis oleh Irnerius berjudul Formularium Tabellionum. Pada akhir abad ke 13 muncul karya yang termashyur dari seorang penduduk Bologna, Rolandinus Passegeri, yang berjudul Summa Artis Notariae. Rolandinus Passegeri juga menulis buku-buku lain di bidang notariat antara lain yang berjudul Flos Tentamentorum.
Mula-mula lembaga notaris ini dibawa ke Perancis dari Italia. Dari Perancis, pada permulaan abad ke 19, lembaga notariat meluas ke negara-negara sekelilingnya dan negara-negara lain.
Nama notariat berasal dari nama pengabdinya yaitu Notarius. Dalam buku-buku hukum di Romawi klasik telah berulang kali ditemukan nama atau titel notariat untuk orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu, akan tetapi mempuanyai arti yang tidak sama dengan notaris yang dikenal sekarang. Dalam abad ke 2 dan ke 3, yang dinamakan notarii adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat dalam menjalankan pekerjaan mereka, yang dikenal sekarang sebagai stenografen. Untuk pertama kalinya nama notarii diberikan kepada orang-orang yang mencatat atau menuliskan pidato yang diucapkan oleh Cato. Kemudian pada abad ke 5 dan ke 6 nama notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari para Kaisar, yang semata-mata melakukan pekerjaan administratif.
II. Tabeliones
Pada permulaan abad ke 3 berkembang yang disebut Tabeliones, yaitu orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk mencatat akta-akata dan tulisan yang dikehendaki oleh masyarakat dan dibayar oleh pengguna jasanya. Akan tetapi jabatan atau kedudukan mereka tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak ditunjuk dan diangkat oleh penguasa umum. Tabelionis ini dikenal pada masa pemerintahan Ulpianus, sedangkan mengenai pekerjaannya mulai diatur oleh undang-undang pada masa pemerintahan Kaisar Justisianus, walaupun belum diberikan sifat kepegawaian kepada mereka. Karena tidak adanya pengakatan dari penguasa tersebutlah, maka sifat dari akta-akta yang dibuat oleh para tabeliones adalah bersifat di bawah tangan dan tidak mempunyai kekuatan seperti akta otentik.


III. Tabularii
Selain itu ada yang disebut sebaga Tabularii, yang juga menguasai teknik tulis-menulis dan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam hal pembuatan akta-akta dan surat-surat. Para tabularii ini adalah pegawai negeri yang mempunyai tugas mengadakan dan memelihara pembukuan keuangan kota-kota dan juga ditugaskan untuk melakukan pengawasan atas arsip. Mereka juga dinyatakan berwenang dalam beberapa hal tertentu membuat akta-akta. Sehingga pada zaman pemerintahan Justisianus, mereka menjadi saingan para Tabelliones dalam pembuatan akta. Kemudian pada zaman kekuasaan Longobarden, para Tabelionis diangkat menjadi pegawai kekaisaran yang bertugas mencatat akta-akta untuk kepentingan masyarakat. Para tabelionis yang diangkat ini kemudian disebut notarii. Hal ini membuat masyarakat lebih suka menggunakan jasa tabeliones yang diangkat daripada para tabeliones yang tidak diangkat. Para Tabeliones yang tidak diangkat kemudian bekerja dikerajaan tanpa diangkat, hal ini menimbulkan persaingan diantara tabeliones yang diangkat dan yang tidak diangkat. Lalu pada zaman Karel de Grote, ada 2 pemahaman tentang notarii yaitu sebagai Kanseleri Kekaisaran yang disebut notarius dan notarii dan Kanseleri Paus yang disebut dengan tabelio dan clericus notarius publicus.
Setelah mengalami berbagai perkembangan, lambat laun tabellionaat dan notariat bergabung menjadi satu dan menamakan diri kollegium, yang selanjutnya disebut notarii, yang dipandang sebagai satu-satunya pejabat yang berhak untuk membuat akta-akta.
IV. Masa kemerosotan di bidang notariat
Pada akhir abad ke 14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat. Hal ini disebabkan karena para notarii sendiri. Karena mengalami kesulitan keuangan, mereka menjual jabatan-jabatan notarii mereka kepada para orang-orang, tanpa mengindahkan apakah mereka ini mempunyai cukup keahlian di bidang notariat. Lalu muncullah keluhan-keluhan dari kalangan masyarakat mengenai kebodohan dari para notaris dan berkurangnya kepercayaan terhadap para notaris.
V. Perkembangan notariat di Perancis
Lembaga notariat ini, pada abad ke 13 dibawa ke Perancis dari Italia Utara. Raja Lodewijk de Heilige yang dianggap sebagai peletak dasar bagi kesatuan ketatanegaraan Perancis, banyak berjasa dalam pembuatan perundang-undangan di bidang notariat. Pada tanggal 6 Oktober 1791 di Perancis mulai diundangkan undang-undang di bidang notariat. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-undang dari 25 Ventose an IX. Berdasarkan undang-undang ini para notaris dijadikan ambtenaar dan sejak itu mereka berada di bawah pengawasan dari Chambre des notaires. Berdasarkan undang-undang tersebut dimulailah pelembagaan utama notariat yang mempunyai tujuan utama untuk memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat, oleh karena itu, notariat mempunyai fungsi yang harus diabdikan pada kepentingan masyarakat umum dan bukan untuk memberikan kedudukan yang kuat bagi kepentingan notariat itu sendiri.
VI. Sejarah notariat di Belanda
Notariat dibawa ke Belanda melalui 2 dekrit Kaisar, yaitu masing-masing pada tanggal 8 November 1810 dan tanggal 1 Maret 1811 yang dinyatakan berlaku di seluruh negeri Belanda terhitung mulai tanggal 1 Maret 1811. Perundang-undangan dari Perancis tersebut tidak serta merta hilang dengan lepasnya Belanda dari kekuasaan Perancis pada tahun 1813. Baru pada tahun 1842 dikeluarkan Undang-Undang tanggal 9 Juli 1842 (Ned. Stb. No 20) tentang jabatan notaris.

VII. Notariat dalam abad ke 17 di Indonesia
Notariat mulai masuk ke Indonesia pada abad ke 17. Pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem, Sekretaris dari College van Schepenen di Jacatra, diangkat menjadi notaris pertama di Indonesia. Kepadanya ditugaskan untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya. Setelah pengangkatan Kerchem, jumlah notaris terus bertambah meskipun lambat. Di daerah luar Batavia yang dinamakan buitenposten juga terdapat notaris.
Sejak masuknya notaris di Indonesia sampai tahun 1822 notariat hanya diatur oleh 2 buah reglemen yang sering mengalami perubahan-perubahan. Selama pemerintahan dari Inggris (1795-1811) peraturan-peraturan lama di bidang notariat yang berasal dari Republiek der Vereenidge Nederlanden tetap berlaku di Indonesia. Pada tahun1822 dikeluarkan Instructie voor de notarissen in Indonesia. Pada tahun1860 diundangkanlah Peraturan jabatan Notaris (Notaris reglemen) yang merupakan dasar kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia. Pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris merupakan copy dari dari pasal-pasal yang terdapat dalam Notariswet yang berlaku di Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, notaris-notaris di Batavia yang kebanyakan adalah orang Belanda, memilih kembali ke negaranya. Sehingga dengan demikian jabatan notaris di Indonesia menjadi kosong. Maka dibentuklah kursus-kursus bagi orang-orang yang ingin menduduki jabatan notaris. Yang dapat mengikuti kursus ini hanyalah orang-orang yang dianggap mengetahui atau dekat dengan dunia hukum, seperti hakim, panitera ataupun pegawai kota praja. Pada tahun 1950an dibuka pendidikan spesialis notaris yang pertama di Universitas Indonesia di Teuku Umar. Dalam perkembangannya pada tahun 1999 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 terjadi perubahan yaitu semua pendidikan spesialis tidak dikelola oleh universitas tetapi oleh organisasi notaris. Lalu terjadilah tarik menarik antara organisasi notaris dan universitas. Kemudian keluar SK Mendikbud yang berisi bahwa notaris masuk ke dalam institusi pendidikan akan tetapi dibuat dalam bentuk magister, yang merupakan penggabungan antara keilmuan dan keahlian. Landasan notaris di Indonesia saat ini adalah Staadblad 1860 Nomor 3 yang selanjutnya di sebut Peraturan Jabatan Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.

hak tanggungan

HT merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional. Kedudukan istimewa kreditor pemegang Hak Tanggungan. Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditor pemegang HT mempunyai hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain (“droit de preference”). HT juga berarti, bahwa kreditor pemegang HT tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”). Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang HT tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan dimana harta kekayaan debitor merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada semua kreditornya.
Apabila pemberi HT dinyatakan pailit, kreditor pemegang HT tetap berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut UUHT. Ketentuan yang juga memberikan kedudukan istimewa kepada kreditor pemegang HT adalah sifat HT yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan atas lebih dari satu obyek. Keistimewaan lain adalah bahwa HT itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa. Hukum bukan hanya memperhatikan kepentingan kreditor. Perlindungan juga diberikan kepada debitor dan pemberi HT, bahkan juga kepada pihak ketiga.
Droit de preference dan droit de suite sebagai 2 keistimewaan yang ada pada kreditor pemegang HT mengurangi perlindungan yang diberikan oleh Hukum kepada kreditor lain dan pembeli obyek HT. Maka sebagai imbangannya ditetapkan persyaratan bagi sahnya pembebanan HT atas benda-benda yang dijadikan jaminan dan dengan demikian bagi diperolehnya 2 keistimewaan tersebut oleh kreditor yang bersangkutan. Syarat yang pertama adalah pemberian HT wajib dilakukan dengan akta otentik. Yang kedua adalah dipenuhinya apa yang disebut syarat spesialitas. Juga wajib dipenuhi apa yang disebut syarat publisitas Pemberian HT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Dalam rangka melindungi kepentingan pemberi HT, dilarang pemberian HT disertai janji bahwa apabila debitor cidera janji kreditor karena hukum akan menjadi pemilik obyek HT. HT diberikan untuk menjamin pelunasan piutang kreditor. Dikatakan bahwa HT adalah accessoir pada suatu piutang tertentu. Piutang yang dijamin pelunasannya itu dapat disebut secara pasti jumlahnya. Utang yang dijamin bisa berasal dari satu hubungan hukum, yaitu suatu perjanjian utang-piutang tertentu. Bisa juga berupa satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Persyaratan bagi obyek hak jaminan atas tanah :
1. Dapat dinilai dengan uang,
2. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan,
3. Termasuk hak yang didaftar,
4. Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu undang-undang.

Sehubungan dengan apa yang disyaratkan di atas, ditetapkan obyek HT dalam pasal 4, yaitu :
1. Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan,
2. Hak Pakai atas tanah Negara,
3. Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 jo UU 16/1985).
Selain obyek tersebut juga dimungkinkan hak atas tanah dibebani HT berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut tidak terbatas pada yang sudah ada pada waktu dibebankan HT. Bisa ikut dibebani juga bangunan, tanaman dan hasil karya yang baru akan ada kemudian. Satu obyek dapat dibebani lebih dari satu HT, yang masing-masing menjamin pelunasan piutang tertentu. Tiap HT diberi apa yang disebut peringkat yang berbeda yang ditetapkan menurut tanggal pembuatan buku tanah HT-nya, atau pada tanggal pembuatan atau pemberian nomor Akta Pemberiannya. Sebaliknya satu HT dapat dibebankan atas lebih dari satu obyek.
Pemberi Hak Tanggungan persyaratannya adalah Pemberi HT bisa orang perseorangan, bisa juga badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap benda yang dijadikan obyek HT. Kewenangan pemberi HT itu harus ada dan terbukti benar pada saat pendaftaran HT dilakukan. Alat-alat bukti kewenangan yaitu berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi HT: sertifikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek HT. Tidak ada persyaratan khusus bagi penerima/pemegang HT. Ia bisa orang perseorangan, bisa badan hukum. Pembebanan HT merupakan suatu proses yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pemberiannya dan tahap pendaftarannya.
Pemberian HT dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat tersebut. APHT dibuat 2 lembar yang semuanya asli (“in originali”), ditandatangani oleh pemberi HT, kreditor penerima HT dan 2 orang saksi serta PPAT. Apabila obyek HT berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak yang lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian HT dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Dalam rangka memenuhi syarat spesialitas APHT wajib dicantumkan :
1. Nama dan identitas pemberi dan penerima HT;
2. Domisili pihak-pihak tersebut;
3. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama dan identitas debitor, kalau pemberi HT bukan debitor;
4. Nilai tanggungan yang diuraikan dalam 178 C dan 179 C(2);
5. Uraian yang jelas Obyek HT.
Kalau tidak dicantumkan secara lengkap APHT yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak, berupa janji-janji yang sifatnya fakultatif. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak, berupa janji-janji yang sifatnya fakultatif. Dalam arti boleh dikurangi ataupun ditambah, asal tidak bertentangan dengan ketentuan UUHT. Ada janji yang dilarang untuk diadakan, yaitu dilarang diperjanjikan pemberian kewenangan kepada kreditor memiliki obyek HT, apabila debitor cidera janji.
Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, pada asasnya pemberian HT wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi HT sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan HT atas obyek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan HT dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan kepada pihak lain. Pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan di hadapan seorang notaris atau PPAT, dengan suatu akta otentik yang disebut Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Pemberian kuasa harus dilakukan sendiri oleh pemberi HT, sedang akta pemberian kuasanya harus dibuat oleh notaris atau PPAT dalam bentuk SKMHT yang formulirnya disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Kuasa untuk memberikan HT tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, juga jika pemberi HT meninggal dunia.
Pendaftaran HT dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas dasar data di dalam APHT serta berkas pendaftaran yang diterimanya. Sertifikat HT terdiri atas salinan Buku-tanah HT dan salinan APHT. Beralih karena hukum mengikuti peralihan piutangnya karena bersifat accessoir pada suatu piutang tertentu, peralihan HT mengikuti peralihan piutang yang dijamin. Biarpun terjadi karena hukum, dalam rangka memenuhi syarat publisitas bagi kepentingan pihak ketiga, peralihan HT tersebut wajib didaftarkan oleh kreditor pemegang HT yang baru kepada Kantor Pertanahan.
Hapusnya HT karena :
1. Hapusnya piutang yang dijamin,
2. Dilepaskannya HT oleh kreditor pemegang HT,
3. Pembersihan HT berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli obyek HT,
4. Hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.
Dalam pasal 19 diatur hal-hal mengenai pembersihan Hak Tanggungan yang disebut dalam uraian 189/3. Roya atau pencatatan hapusnya HT diatur dalam Pasal 22. Pencatatan hapusnya HT tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan mencoret catatan adanya HT yang bersangkutan pada Buku-tanah dan Sertifikat obyek yang dijadikan jaminan, dalam waktu tujuh hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan roya dari pihak yang berkepentingan. Apabila debitor cidera janji, obyek HT oleh kreditor pemegang HT dijual melalui pelelangan umum. Eksekusi yang mudah dan pasti pelaksanaannya. Dengan menunjukkan bukti, bahwa debitor ingkar janji dalam memenuhi kewajibannya, diajukan permohonan eksekusi oleh kreditor pemegang HT kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan Sertifikat HT yang bersangkutan sebagai dasarnya. Eksekusi akan dilaksanakan atas perintah dan dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri tersebut, melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara.

Rabu, 22 April 2009