Sabtu, 24 Oktober 2009

Lelang Eksekusi

Jenis-jenis Lelang


Jenis lelang dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu dari sudut sebab barang itu dijual

dan dari sudut Penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang.

Dari sudut sebab barang itu dijual, dibedakan menjadi lelang ekasekusi dan lelang

Noneksekusi.

a. Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah penjualan barang yang bersifat paksa atau eksekusi suatu

putusan Pengadilan Negeri yang menyangkut bidang pidana atau perdata maupun

putusan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kaitannya dengan pengurusan

Piutang Negara, serta putusan dari Kantor Pelayanan Pajak dalam masalah perpajakan.

Dalam hal ini Penjualan lelang biasanya dilakukan atas barang­barang milik tergugat

atau Debitur/Penanggung Hutang atau Wajib Pajak yang sebelumnya telah disita

eksekusi. Selain itu, dapat juga karena perintah peraturan perundang­undangan seperti

Pasal 45 Kitab Undang­Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 6 Undang­Undang Hak

Tanggungan, Pasal 29 Undang­Undang Jaminan Fidusia dan Pasal 59 Undang­Undang

Kepailitan. Singkatnya, lelang eksekusi adalah lelang yang dilakukan dalam rangka

melaksanakan putusan/penetapan Pengadilan atau yang dipersamakan dengan

putusan/penetapan Pengadilan atau atas perintah peraturan perundang­undangan.

b. Lelang Noneksekusi

Lelang noneksekusi adalah lelang barang milik/dikuasai negara yang tidak diwajibkan

dijual secara lelang apabila dipindahtangankan atau lelang sukarela atas barang milik

swasta. Lelang ini dilaksanakan bukan dalam rangka eksekusi/tidak bersifat paksa atas

harta benda seseorang.

Kepailitan

Salah satu lelang eksekusi adalah lelang eksekusi kepailitan. Menurut UU 37 2004 pasal 1 angka 1 yang dimaksud Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

Maka kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
a) Adanya utang;
b) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;
c) Minimal satu dari utang dapat ditagih;
d) Adanya debitor;
e) Adanya kreditor;
f) Kreditor lebih dari satu;
g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;
h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan;


Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun badan hukum. Pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain :


a) Orang Perorangan
Baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan atau tidak, ayng telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.


b) Harta Peninggalan (Warisan)
Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian, debitor yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditor yang mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan dalam Pasal 1107 KUH Perdata. Permohonan pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 Undang-Undang Kepailitan, yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal.


c) Perkumpulan Perseroan (Holding Company)
Undang-Undang Kepailitan tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.


d) Penjamin (Guarantor)
Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitoe yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya


e) Badan Hukum
Dalam kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya piker, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nam pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakanya masih dalam batas dan wewenang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.


f) Perkumpulan Bukan Badan Hukum
Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antaranggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain :
(1) Maatscappen (persekutuan perdata);
(2) Persekutuan firma;
(3) Persekutuan komanditer.
Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap Firma dan Persekutuan Komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.


g) Bank
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi.


h) Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Sebagaimana bank, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang

merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh Undang-Undang karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum

Pihak yang dapat Memohonkan Pailit
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :


a) Debitor
Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitor telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.


b) Kreditor
Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.


c) Kejaksaan
Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsure atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan. Kepntingan umum yang dimaksud dalam Undang-Undang adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
(1) Debitor melarikan diri;
(2) Debitor menggelapkan harta kekayaan;
(3) Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
(4) Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
(5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
(6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.


d) Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.


e) Badan Pengawas Pasar Modal
Apabila debitor adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.


f) Menteri Keuangan
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.

Akibat Hukum Pernyataan Pailit


Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :
a) Kekayaan debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit.
b) Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit.
c) Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan.
d) Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
e) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
f) Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.
g) Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.
h) Kreditor yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan.
i) Hak eksekutif kreditor yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga, untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit diucapkan.

Lelang kepailitan

Dasar Hukumnya adalah Pasal 185 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengatur bahwa dalam pemberesan harta pailit maka semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan namun apabila penjualan di muka umum tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.

Penjualan di muka umum harta pailit tersebut dilakukan melalui lelang, lelang diatur dalam HIR, Peraturan Lelang LN 1908 No. 189 jo LN 1940 No. 56 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK 01/2002 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK 01/2002 merupakan suatu prosedur penjualan di muka umum harta pailit yang telah masuk dalam boedoel pailit yang dilakukan oleh Kurator/Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan perantaraan Kantor Lelang Negara (juru lelang) dengan seizin Hakim Pengawas, dilaksanakan dengan penawaran secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat dengan pengumuman lelang, dimana peserta lelang yang mengajukan penawaran tertinggi adalah pemenang lelang.

Jadi pengertian lelang kepailitan adalah penjualan di muka umum dalam rangka pemberesan harta pailit guna melaksanakan putusan pengadilan.

Maksud dari dilaksanakannya penjualan di muka umum atau lelang adalah karena eksekusi memerlukan suatu prosedur penjualan yang transparan.. Penjualan di bawah tangan hanya dapat dibolehkan karena satu alasan yaitu apabila penjualan di bawah tangan itu akan menghasilkan nilai yang lebih besar

Dalam lelang harta pailit, pengajuan permohonan lelang ke Kantor Lelang Negara oleh Kurator/BHP harus dilampirkan salinan putusan pailit dan bukti-bukti kepemilikan atas harta pailit yang akan dilelang tersebut dan apabila harta pailit tersebut berupa tanah juga dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat.

Untuk melakukan pelelangan terhadap harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 185 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, maka Kurator telah mengajukan permohonan lelang kepada Kantor lelang Negara yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan Putusan Kepailitan.

Adapun prosedur lelang kepailitan adalah

  1. Mengajukan Surat permohonan lelang dari Kurator kekantor KPKNL dengan dilampiri dokumen-dokumen persyaratan lelang.
  2. Melakukan koordinasi dengan Kantor Lelang sehubungan dengan Surat permohonan yang telah diajukan.
  3. KPKNL kemudian menentukan tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dengan memperhatikan keinginan Kurator selaku Pemohon lelang.
  4. Kurator melaksanakan pengumuman lelang secara luas dan terarah mengikuti tata cara lelang eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan menteri dengan mengumumkan disurat kabar harian yang terbit ditempat objek yang akan dilelang yang dilakukan dua kali berselang 15 (lima belas) hari
  5. KPKNL kemudian meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) dari obyek yang akan dilelang ke kantor Pertanahan setempat.
  6. Kurator menntukan harga limit benda yang akan dilelang. Harga limit ditetapkan secara wajar dengan bantuan jasa Penilai yang independence.
  7. Kurator meminta uang jaminan
  8. Masyarakat yang berminat mengikuti lelang harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pengumuman lelang.
  9. Peserta lelang dengan penawaran tertinggi yang telah mencapai harga limit akan dinyatakan sebagai pemenag lelng dan membayar harga lelang ditambah bea lelang.
  10. Kurator selaku penjual akan menerima hasil penjualan setelah dipotong bea lelang dan PPh (Pajak Penghasilan)
  11. Kurator meminta salinan Risalah lelang.

Kamis, 22 Oktober 2009

PASAR MODAL

Corporate Action


Corporate Action merupakan aktivitas emiten yang berpengaruh terhadap jumlah saham yang beredar maupun berpengaruh terhadap harga saham di pasar.
Corporate Action merupakan berita yang umumnya menyedot perhatian pihak-pihak yang terkait di pasar modal khususnya para pemegang saham. Keputusan corporate action harus disetujui dalam suatu rapat umum baik RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) ataupun RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa).
Persetujuan pemegang saham adalah mutlak untuk berlakunya suatu corporate action sesuai dengan peraturan yang ada di pasar modal


Yang termasuk tindakan Corporate Action, diantaranya :

IPO ( INITIAL PUBLIC OFFERING)


—Dalam pasar finansial, initial public offering (IPO) (bahasa Indonesia: penawaran umum perdana) adalah penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor umum. Perusahaan tersebut akan menerbitkan hanya saham-saham pertama, namun bisa juga menawarkan saham kedua. Biasanya perusahaan tersebut akan merekrut seorang bankir investasi untuk menjamin penawaran tersebut dan seorang pengacara korporat untuk membantu menulis prospektus.
—Penjualan saham diatur oleh pihak berwajib dalam pengaturan finansial dan jika relevan, sebuah bursa saham. Biasanya menjadi sebuah persyaratan untuk mengungkapkan kondisi keuangan dan prospek sebuah perusahaan kepada para investor.



—IPO merupakan Pasar Perdana bagi suatu perusahaan untuk menawarkan efeknya (saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya) kepada publik. Bagi suatu perusahaan (Emiten) IPO secara finansial merupakan sarana untuk memperoleh modal untuk pengembangan bisnis perusahaan dan sarana lainnya sebagai parameter bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan yang dampaknya dapat memperoleh citra perusahaan.
— Pengaturan IPO sendiri, diatur dalam Undang Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang ditetapkan pada tanggal 26 April 2007 (sebagai pengganti Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal) dan Keputusan Menteri serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan Bursa Efek. Berikut diuraikan proses IPO hingga sampai pencatatan efek di Bursa Efek (Pasar Sekunder).


Proses IPO (Penawaran Perdana)


—A. Sebelum Emisi
—B. Selama Emisi
—C. Sesudah Emisi


TENDER OFFER


—Sebagai suatu penawaran melalui media massa untuk memperoleh efek yang bersifat ekuitas” dengan cara melakukan transaksi jual beli atau tukar menukar dengan efek perusahaan lain. (Pasal 83 Undang-undang No. 85 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).


SYARAT-SYARAT TENDER OFFER


(Pasal 83 UU Pasar Modal)
—A. Keterbukaan
—B. Kewajaran
—C. Pelaporan



Mengapa Tender Offer Harus Dilakukan?


Karena dengan pembelian suatu efek yang dapat merubah pengendaliansuatu perusahaan, dalam hal ini perusahaan target, maka akan terjadi:
1.perubahan policy
2.Berkurangnya jumlah pemegang saham secara significant
3.Ada kemungkinan perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sebagai perusahaan publik, sehingga terjadilah proses Go Private dari perusahaan yang bersangkutan


PROSEDUR HUKUM TENDER OFFER

1. Tahap Pengumuman Rencana Penawaran Tender
2. Tahap penyampaian pernyataan penawaran tender
3. Tahap efektifnya masa penawaran tender
4. Tahap pengumuman pernyataan penawaran tender
5. Tahap bantahan dari Direksi/Komisaris perusahaan target
6. Tahap berakhirnya masa penawaran tender
7. Tahap penyelesaian transaksi
8. Tahap laporan akhir

Apa pengertian right issue itu?

Apa perbedaan dari IPO dengan right issue?


Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Bahasa Inggris: Rights Issue) atau disingkat HMETD dalam pasar modal Indonesia adalah hak yang diperoleh para pemegang sa yang namanya telah terdaftar dalam daftar pemegang saham suatu perseroan terbatas untuk menerima penawaran terlebih dahulu apabila perusahaan sedang menjalani proses emisi atau pengeluaran saham-saham dari saham portopel atau saham simpanan. Hak tersebut diberikan dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan dan jumlah yang berhak diambil seimbang dengan jumlah saham yang mereka miliki secara proporsional.



—Perbedaan utama antara IPO dan Right Issue adalah kepada siapa penawaran ditujukan.Pada IPO saham ditawarkan kepada UMUM,siapapun boleh membeli saham itu.Sedangkan pada RIGHT ISSUE saham hanya ditawarkan kepada kalangan terbatas,yaitu hanya kepada orang2 yg dulu pernah membeli dan masih tercatat sebagai pemilik saham perusahaan yg melakukan right issue.