Minggu, 10 Mei 2009

sejarah notaris

I. Notariat pada abad pertengahan di Italia.
Sejarah notariat di Italia dimulai pada abad ke 11 atau ke 12 di daerah perdagangan di Italia Utara. Di tandai dengan pengangkatan pejabat notariat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum yang menerima honorarium dari masyarakat umum yang menggunakan jasanya. Mereka disebut dengan Latiinse notariaat. Kemudian lembaga notariat ini mengalami perkembangan dan meluas hingga ke daratan Eropa melalui Spanyol sampai ke negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Pada tahun 1888 diadakan peringatan 8 abad berdirinya sekolah hukum Bologna yang merupakan universitas tertua di dunia. Pendiri dari Universitas Bologna bernama Irnerius, yang dikatakan berasal dari suatu sekolah notariat. Buku pertama yang dihasilkan oleh Universitas Bologna yang ditulis oleh Irnerius berjudul Formularium Tabellionum. Pada akhir abad ke 13 muncul karya yang termashyur dari seorang penduduk Bologna, Rolandinus Passegeri, yang berjudul Summa Artis Notariae. Rolandinus Passegeri juga menulis buku-buku lain di bidang notariat antara lain yang berjudul Flos Tentamentorum.
Mula-mula lembaga notaris ini dibawa ke Perancis dari Italia. Dari Perancis, pada permulaan abad ke 19, lembaga notariat meluas ke negara-negara sekelilingnya dan negara-negara lain.
Nama notariat berasal dari nama pengabdinya yaitu Notarius. Dalam buku-buku hukum di Romawi klasik telah berulang kali ditemukan nama atau titel notariat untuk orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu, akan tetapi mempuanyai arti yang tidak sama dengan notaris yang dikenal sekarang. Dalam abad ke 2 dan ke 3, yang dinamakan notarii adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat dalam menjalankan pekerjaan mereka, yang dikenal sekarang sebagai stenografen. Untuk pertama kalinya nama notarii diberikan kepada orang-orang yang mencatat atau menuliskan pidato yang diucapkan oleh Cato. Kemudian pada abad ke 5 dan ke 6 nama notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari para Kaisar, yang semata-mata melakukan pekerjaan administratif.
II. Tabeliones
Pada permulaan abad ke 3 berkembang yang disebut Tabeliones, yaitu orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk mencatat akta-akata dan tulisan yang dikehendaki oleh masyarakat dan dibayar oleh pengguna jasanya. Akan tetapi jabatan atau kedudukan mereka tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak ditunjuk dan diangkat oleh penguasa umum. Tabelionis ini dikenal pada masa pemerintahan Ulpianus, sedangkan mengenai pekerjaannya mulai diatur oleh undang-undang pada masa pemerintahan Kaisar Justisianus, walaupun belum diberikan sifat kepegawaian kepada mereka. Karena tidak adanya pengakatan dari penguasa tersebutlah, maka sifat dari akta-akta yang dibuat oleh para tabeliones adalah bersifat di bawah tangan dan tidak mempunyai kekuatan seperti akta otentik.


III. Tabularii
Selain itu ada yang disebut sebaga Tabularii, yang juga menguasai teknik tulis-menulis dan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam hal pembuatan akta-akta dan surat-surat. Para tabularii ini adalah pegawai negeri yang mempunyai tugas mengadakan dan memelihara pembukuan keuangan kota-kota dan juga ditugaskan untuk melakukan pengawasan atas arsip. Mereka juga dinyatakan berwenang dalam beberapa hal tertentu membuat akta-akta. Sehingga pada zaman pemerintahan Justisianus, mereka menjadi saingan para Tabelliones dalam pembuatan akta. Kemudian pada zaman kekuasaan Longobarden, para Tabelionis diangkat menjadi pegawai kekaisaran yang bertugas mencatat akta-akta untuk kepentingan masyarakat. Para tabelionis yang diangkat ini kemudian disebut notarii. Hal ini membuat masyarakat lebih suka menggunakan jasa tabeliones yang diangkat daripada para tabeliones yang tidak diangkat. Para Tabeliones yang tidak diangkat kemudian bekerja dikerajaan tanpa diangkat, hal ini menimbulkan persaingan diantara tabeliones yang diangkat dan yang tidak diangkat. Lalu pada zaman Karel de Grote, ada 2 pemahaman tentang notarii yaitu sebagai Kanseleri Kekaisaran yang disebut notarius dan notarii dan Kanseleri Paus yang disebut dengan tabelio dan clericus notarius publicus.
Setelah mengalami berbagai perkembangan, lambat laun tabellionaat dan notariat bergabung menjadi satu dan menamakan diri kollegium, yang selanjutnya disebut notarii, yang dipandang sebagai satu-satunya pejabat yang berhak untuk membuat akta-akta.
IV. Masa kemerosotan di bidang notariat
Pada akhir abad ke 14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat. Hal ini disebabkan karena para notarii sendiri. Karena mengalami kesulitan keuangan, mereka menjual jabatan-jabatan notarii mereka kepada para orang-orang, tanpa mengindahkan apakah mereka ini mempunyai cukup keahlian di bidang notariat. Lalu muncullah keluhan-keluhan dari kalangan masyarakat mengenai kebodohan dari para notaris dan berkurangnya kepercayaan terhadap para notaris.
V. Perkembangan notariat di Perancis
Lembaga notariat ini, pada abad ke 13 dibawa ke Perancis dari Italia Utara. Raja Lodewijk de Heilige yang dianggap sebagai peletak dasar bagi kesatuan ketatanegaraan Perancis, banyak berjasa dalam pembuatan perundang-undangan di bidang notariat. Pada tanggal 6 Oktober 1791 di Perancis mulai diundangkan undang-undang di bidang notariat. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-undang dari 25 Ventose an IX. Berdasarkan undang-undang ini para notaris dijadikan ambtenaar dan sejak itu mereka berada di bawah pengawasan dari Chambre des notaires. Berdasarkan undang-undang tersebut dimulailah pelembagaan utama notariat yang mempunyai tujuan utama untuk memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat, oleh karena itu, notariat mempunyai fungsi yang harus diabdikan pada kepentingan masyarakat umum dan bukan untuk memberikan kedudukan yang kuat bagi kepentingan notariat itu sendiri.
VI. Sejarah notariat di Belanda
Notariat dibawa ke Belanda melalui 2 dekrit Kaisar, yaitu masing-masing pada tanggal 8 November 1810 dan tanggal 1 Maret 1811 yang dinyatakan berlaku di seluruh negeri Belanda terhitung mulai tanggal 1 Maret 1811. Perundang-undangan dari Perancis tersebut tidak serta merta hilang dengan lepasnya Belanda dari kekuasaan Perancis pada tahun 1813. Baru pada tahun 1842 dikeluarkan Undang-Undang tanggal 9 Juli 1842 (Ned. Stb. No 20) tentang jabatan notaris.

VII. Notariat dalam abad ke 17 di Indonesia
Notariat mulai masuk ke Indonesia pada abad ke 17. Pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem, Sekretaris dari College van Schepenen di Jacatra, diangkat menjadi notaris pertama di Indonesia. Kepadanya ditugaskan untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya. Setelah pengangkatan Kerchem, jumlah notaris terus bertambah meskipun lambat. Di daerah luar Batavia yang dinamakan buitenposten juga terdapat notaris.
Sejak masuknya notaris di Indonesia sampai tahun 1822 notariat hanya diatur oleh 2 buah reglemen yang sering mengalami perubahan-perubahan. Selama pemerintahan dari Inggris (1795-1811) peraturan-peraturan lama di bidang notariat yang berasal dari Republiek der Vereenidge Nederlanden tetap berlaku di Indonesia. Pada tahun1822 dikeluarkan Instructie voor de notarissen in Indonesia. Pada tahun1860 diundangkanlah Peraturan jabatan Notaris (Notaris reglemen) yang merupakan dasar kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia. Pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris merupakan copy dari dari pasal-pasal yang terdapat dalam Notariswet yang berlaku di Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, notaris-notaris di Batavia yang kebanyakan adalah orang Belanda, memilih kembali ke negaranya. Sehingga dengan demikian jabatan notaris di Indonesia menjadi kosong. Maka dibentuklah kursus-kursus bagi orang-orang yang ingin menduduki jabatan notaris. Yang dapat mengikuti kursus ini hanyalah orang-orang yang dianggap mengetahui atau dekat dengan dunia hukum, seperti hakim, panitera ataupun pegawai kota praja. Pada tahun 1950an dibuka pendidikan spesialis notaris yang pertama di Universitas Indonesia di Teuku Umar. Dalam perkembangannya pada tahun 1999 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 terjadi perubahan yaitu semua pendidikan spesialis tidak dikelola oleh universitas tetapi oleh organisasi notaris. Lalu terjadilah tarik menarik antara organisasi notaris dan universitas. Kemudian keluar SK Mendikbud yang berisi bahwa notaris masuk ke dalam institusi pendidikan akan tetapi dibuat dalam bentuk magister, yang merupakan penggabungan antara keilmuan dan keahlian. Landasan notaris di Indonesia saat ini adalah Staadblad 1860 Nomor 3 yang selanjutnya di sebut Peraturan Jabatan Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.

hak tanggungan

HT merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional. Kedudukan istimewa kreditor pemegang Hak Tanggungan. Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditor pemegang HT mempunyai hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain (“droit de preference”). HT juga berarti, bahwa kreditor pemegang HT tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”). Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang HT tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan dimana harta kekayaan debitor merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada semua kreditornya.
Apabila pemberi HT dinyatakan pailit, kreditor pemegang HT tetap berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut UUHT. Ketentuan yang juga memberikan kedudukan istimewa kepada kreditor pemegang HT adalah sifat HT yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan atas lebih dari satu obyek. Keistimewaan lain adalah bahwa HT itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa. Hukum bukan hanya memperhatikan kepentingan kreditor. Perlindungan juga diberikan kepada debitor dan pemberi HT, bahkan juga kepada pihak ketiga.
Droit de preference dan droit de suite sebagai 2 keistimewaan yang ada pada kreditor pemegang HT mengurangi perlindungan yang diberikan oleh Hukum kepada kreditor lain dan pembeli obyek HT. Maka sebagai imbangannya ditetapkan persyaratan bagi sahnya pembebanan HT atas benda-benda yang dijadikan jaminan dan dengan demikian bagi diperolehnya 2 keistimewaan tersebut oleh kreditor yang bersangkutan. Syarat yang pertama adalah pemberian HT wajib dilakukan dengan akta otentik. Yang kedua adalah dipenuhinya apa yang disebut syarat spesialitas. Juga wajib dipenuhi apa yang disebut syarat publisitas Pemberian HT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Dalam rangka melindungi kepentingan pemberi HT, dilarang pemberian HT disertai janji bahwa apabila debitor cidera janji kreditor karena hukum akan menjadi pemilik obyek HT. HT diberikan untuk menjamin pelunasan piutang kreditor. Dikatakan bahwa HT adalah accessoir pada suatu piutang tertentu. Piutang yang dijamin pelunasannya itu dapat disebut secara pasti jumlahnya. Utang yang dijamin bisa berasal dari satu hubungan hukum, yaitu suatu perjanjian utang-piutang tertentu. Bisa juga berupa satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Persyaratan bagi obyek hak jaminan atas tanah :
1. Dapat dinilai dengan uang,
2. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan,
3. Termasuk hak yang didaftar,
4. Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu undang-undang.

Sehubungan dengan apa yang disyaratkan di atas, ditetapkan obyek HT dalam pasal 4, yaitu :
1. Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan,
2. Hak Pakai atas tanah Negara,
3. Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 jo UU 16/1985).
Selain obyek tersebut juga dimungkinkan hak atas tanah dibebani HT berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut tidak terbatas pada yang sudah ada pada waktu dibebankan HT. Bisa ikut dibebani juga bangunan, tanaman dan hasil karya yang baru akan ada kemudian. Satu obyek dapat dibebani lebih dari satu HT, yang masing-masing menjamin pelunasan piutang tertentu. Tiap HT diberi apa yang disebut peringkat yang berbeda yang ditetapkan menurut tanggal pembuatan buku tanah HT-nya, atau pada tanggal pembuatan atau pemberian nomor Akta Pemberiannya. Sebaliknya satu HT dapat dibebankan atas lebih dari satu obyek.
Pemberi Hak Tanggungan persyaratannya adalah Pemberi HT bisa orang perseorangan, bisa juga badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap benda yang dijadikan obyek HT. Kewenangan pemberi HT itu harus ada dan terbukti benar pada saat pendaftaran HT dilakukan. Alat-alat bukti kewenangan yaitu berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi HT: sertifikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek HT. Tidak ada persyaratan khusus bagi penerima/pemegang HT. Ia bisa orang perseorangan, bisa badan hukum. Pembebanan HT merupakan suatu proses yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pemberiannya dan tahap pendaftarannya.
Pemberian HT dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat tersebut. APHT dibuat 2 lembar yang semuanya asli (“in originali”), ditandatangani oleh pemberi HT, kreditor penerima HT dan 2 orang saksi serta PPAT. Apabila obyek HT berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak yang lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian HT dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Dalam rangka memenuhi syarat spesialitas APHT wajib dicantumkan :
1. Nama dan identitas pemberi dan penerima HT;
2. Domisili pihak-pihak tersebut;
3. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama dan identitas debitor, kalau pemberi HT bukan debitor;
4. Nilai tanggungan yang diuraikan dalam 178 C dan 179 C(2);
5. Uraian yang jelas Obyek HT.
Kalau tidak dicantumkan secara lengkap APHT yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak, berupa janji-janji yang sifatnya fakultatif. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak, berupa janji-janji yang sifatnya fakultatif. Dalam arti boleh dikurangi ataupun ditambah, asal tidak bertentangan dengan ketentuan UUHT. Ada janji yang dilarang untuk diadakan, yaitu dilarang diperjanjikan pemberian kewenangan kepada kreditor memiliki obyek HT, apabila debitor cidera janji.
Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, pada asasnya pemberian HT wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi HT sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan HT atas obyek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan HT dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan kepada pihak lain. Pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan di hadapan seorang notaris atau PPAT, dengan suatu akta otentik yang disebut Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Pemberian kuasa harus dilakukan sendiri oleh pemberi HT, sedang akta pemberian kuasanya harus dibuat oleh notaris atau PPAT dalam bentuk SKMHT yang formulirnya disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Kuasa untuk memberikan HT tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, juga jika pemberi HT meninggal dunia.
Pendaftaran HT dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas dasar data di dalam APHT serta berkas pendaftaran yang diterimanya. Sertifikat HT terdiri atas salinan Buku-tanah HT dan salinan APHT. Beralih karena hukum mengikuti peralihan piutangnya karena bersifat accessoir pada suatu piutang tertentu, peralihan HT mengikuti peralihan piutang yang dijamin. Biarpun terjadi karena hukum, dalam rangka memenuhi syarat publisitas bagi kepentingan pihak ketiga, peralihan HT tersebut wajib didaftarkan oleh kreditor pemegang HT yang baru kepada Kantor Pertanahan.
Hapusnya HT karena :
1. Hapusnya piutang yang dijamin,
2. Dilepaskannya HT oleh kreditor pemegang HT,
3. Pembersihan HT berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli obyek HT,
4. Hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.
Dalam pasal 19 diatur hal-hal mengenai pembersihan Hak Tanggungan yang disebut dalam uraian 189/3. Roya atau pencatatan hapusnya HT diatur dalam Pasal 22. Pencatatan hapusnya HT tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan mencoret catatan adanya HT yang bersangkutan pada Buku-tanah dan Sertifikat obyek yang dijadikan jaminan, dalam waktu tujuh hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan roya dari pihak yang berkepentingan. Apabila debitor cidera janji, obyek HT oleh kreditor pemegang HT dijual melalui pelelangan umum. Eksekusi yang mudah dan pasti pelaksanaannya. Dengan menunjukkan bukti, bahwa debitor ingkar janji dalam memenuhi kewajibannya, diajukan permohonan eksekusi oleh kreditor pemegang HT kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan Sertifikat HT yang bersangkutan sebagai dasarnya. Eksekusi akan dilaksanakan atas perintah dan dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri tersebut, melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara.